Ketika tekanan ekonomi semakin berat, masyarakat dihadapkan pada kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda, mulai dari biaya hidup harian hingga tagihan yang menumpuk. Dalam situasi seperti itu, pinjaman online (pinjol) kian menjadi pilihan utama. Fenomena ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk akademisi dari Universitas Airlangga (Unair), yang melihat adanya perubahan pola perilaku keuangan masyarakat dalam menghadapi situasi sulit.

Kemudahan Akses Jadi Daya Tarik Utama

Menurut Dr. Fajar Budi Santosa, pakar ekonomi dari Unair, kemudahan akses merupakan alasan utama mengapa pinjol semakin dilirik. Berbeda dengan pinjaman dari lembaga keuangan konvensional yang membutuhkan proses panjang dan banyak persyaratan, pinjol menawarkan proses instan. Cukup dengan ponsel dan koneksi internet, seseorang bisa mengajukan pinjaman kapan saja dan di mana saja, tanpa harus datang langsung ke kantor.

Selain itu, persyaratan pinjol cenderung lebih ringan. Banyak layanan pinjol hanya meminta KTP dan data pribadi dasar, membuatnya sangat mudah diakses oleh kalangan yang tidak memiliki jaminan atau riwayat kredit yang baik. Dalam kondisi darurat, kecepatan inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat.

Risiko yang Mengintai di Balik Kemudahan

Meski begitu, Dr. Fajar mengingatkan bahwa kemudahan ini memiliki risiko tinggi. Banyak masyarakat yang tergiur dengan proses cepat, tanpa memahami konsekuensi jangka panjang seperti bunga yang tinggi dan biaya tersembunyi. Tak jarang peminjam akhirnya terjebak dalam utang yang menumpuk akibat ketidaktahuan mengenai skema pembayaran.

Ia juga menyoroti keberadaan pinjol ilegal yang tidak memiliki izin dan sering menggunakan cara-cara penagihan yang melanggar etika. Intimidasi, ancaman, hingga penyebaran data pribadi menjadi praktik umum dari pinjol-pinjol ini, yang tentu sangat merugikan konsumen.

Meningkatkan Literasi Keuangan Masyarakat

Sebagai solusi, Dr. Fajar menekankan pentingnya peningkatan literasi keuangan. Masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai cara mengelola keuangan, membuat anggaran, serta memahami risiko dalam pengambilan utang, termasuk dari pinjol. Edukasi ini sebaiknya dimulai sejak usia sekolah, agar generasi muda lebih siap dalam menghadapi tantangan ekonomi di masa depan.

Pemerintah juga memiliki peran besar dalam melakukan pengawasan terhadap penyedia pinjol. Hanya perusahaan yang terdaftar dan diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang seharusnya diizinkan beroperasi. Selain itu, pelaporan pinjol ilegal harus dipermudah agar masyarakat bisa terlindungi dari praktik-praktik merugikan.

Mencari Alternatif Keuangan yang Lebih Aman

Di tengah ketidakpastian ekonomi, masyarakat memang membutuhkan akses keuangan yang cepat dan fleksibel. Namun, penting untuk memilih saluran yang legal dan aman. Lembaga keuangan mikro, koperasi, hingga bantuan pemerintah bisa menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan bergantung pada pinjol berisiko tinggi.

Dr. Fajar berharap ke depannya akan ada lebih banyak inovasi layanan keuangan yang tidak hanya cepat, tetapi juga transparan dan berorientasi pada perlindungan konsumen. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa mendapatkan bantuan keuangan tanpa harus terjebak dalam jeratan utang yang berkepanjangan.

Fenomena pinjol ini seharusnya menjadi pengingat bahwa solusi finansial jangka pendek tidak boleh mengorbankan kestabilan jangka panjang. Bijak dalam berutang dan cerdas memilih layanan keuangan adalah langkah awal untuk keluar dari tekanan ekonomi dengan selamat.

4o

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *