Penulisan ulang sejarah Indonesia kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, suara tegas datang dari Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, yang mengingatkan agar proses tersebut dilakukan secara transparan dan terbuka untuk masyarakat. Legislator tersebut menegaskan pentingnya sejarah sebagai fondasi bangsa yang tidak boleh dipelintir demi kepentingan politik sesaat.

Menurutnya, setiap perubahan dalam narasi sejarah harus berdasarkan data, riset ilmiah, dan dilakukan secara objektif. Dengan kata lain, sejarah tidak boleh menjadi alat kekuasaan, melainkan jendela pembelajaran lintas generasi.


🔎 Transparansi Jadi Kunci Kredibilitas

Lebih lanjut, legislator PDIP tersebut menekankan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia tidak boleh tertutup. Prosesnya harus melibatkan sejarawan, akademisi, dan publik luas, agar tidak memunculkan kecurigaan maupun kontroversi yang kontraproduktif.

Sebagai contoh, jika ada perubahan pada narasi peristiwa penting seperti G30S, reformasi 1998, atau masa kemerdekaan, maka semua sumber harus bisa diuji dan diverifikasi. Dengan transparansi, publik dapat menilai bahwa apa yang ditulis bukanlah propaganda, melainkan bagian dari upaya pelurusan sejarah.


📚 Sejarah Sebagai Cermin Bangsa

Tidak bisa dipungkiri, sejarah memiliki peran vital dalam membentuk identitas nasional. Oleh karena itu, menurut pandangan legislator PDIP, mengubah narasi sejarah tanpa dasar kuat sama saja dengan mengaburkan cermin bangsa. Lebih buruk lagi, hal ini bisa menciptakan generasi yang tercerabut dari akar jati diri dan nilai-nilai perjuangan bangsa.

Sebagai partai politik yang memiliki akar sejarah kuat sejak masa kemerdekaan, PDIP menganggap pelestarian sejarah sebagai tugas moral. Karenanya, mereka meminta pemerintah untuk berhati-hati dan bijak dalam setiap upaya revisi sejarah, terutama yang bersinggungan dengan peristiwa sensitif.


💬 Ajakan untuk Kolaborasi Nasional

Sebagai solusi, legislator PDIP mendorong pemerintah untuk membentuk tim penulisan sejarah nasional yang benar-benar representatif. Tim ini sebaiknya tidak hanya terdiri dari akademisi pemerintah, tapi juga melibatkan tokoh-tokoh independen dari berbagai latar belakang.

Kolaborasi semacam ini dapat menghindari bias politik dan menciptakan narasi sejarah yang utuh, faktual, dan dapat diterima oleh semua pihak. Selain itu, dokumen sejarah hasil revisi juga perlu dipublikasikan secara daring agar dapat diakses dan dikritisi oleh masyarakat luas.


🧭 Kesimpulan: Sejarah Milik Semua, Bukan Segelintir

Penulisan ulang sejarah Indonesia memang dibutuhkan untuk meluruskan kekeliruan masa lalu. Namun, prosesnya harus dilakukan secara jujur, terbuka, dan bertanggung jawab. Legislator PDIP dengan tegas mengingatkan bahwa sejarah bukan milik penguasa, tetapi milik rakyat dan bangsa.

Dengan melibatkan masyarakat dan menjunjung transparansi, kita bisa memastikan bahwa sejarah Indonesia tetap menjadi sumber inspirasi, bukan alat manipulasi.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *