Pembahasan RUU Penyesuaian Pidana yang dipercepat DPR kembali memunculkan diskusi hangat di ruang publik. RUU ini disusun sebagai respons atas kebutuhan harmonisasi ketentuan pidana di ratusan undang-undang sektoral yang harus menyesuaikan diri dengan KUHP nasional yang baru. Meskipun alasan teknis menjadi dasar utama penyusunan, proses yang berjalan cepat tetap menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai strategi politik dan agenda legislasi yang terjadi di belakangnya.
Harmonisasi sebagai Prioritas Mendesak
Setelah KUHP baru disahkan, ketidaksinkronan antara aturan lama dan sistem hukum pidana yang baru menjadi masalah besar. Banyak sektor masih menggunakan ketentuan pidana lama, sementara KUHP baru memiliki pendekatan yang berbeda, baik dari sisi struktur maupun filosofi hukum.
DPR berpendapat bahwa penyelarasan tidak boleh ditunda. Bila regulasi tidak segera diperbarui, penegakan hukum berisiko menghadapi berbagai hambatan, terutama terkait tafsir pasal, dasar penjeratan, dan prosedur penyidikan. Inilah yang menjadi alasan resmi mengapa RUU Penyesuaian Pidana dibahas dengan cepat.
Tenggat Waktu Implementasi yang Ketat
RUU ini merupakan bagian dari rangkaian regulasi pendukung KUHP baru. Pemerintah menargetkan seluruh perangkat hukum pendukung dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama agar implementasi KUHP berjalan sesuai rencana nasional. Keterlambatan harmonisasi akan berdampak pada terhambatnya penyusunan aturan turunan dan prosedur teknis di kementerian.
Karena alasan itu, DPR memutuskan untuk mempercepat pembahasan. Beberapa rapat bahkan digelar lebih sering untuk memastikan target tersebut terpenuhi. Kecepatan legislatif ini diproyeksikan agar tidak ada celah aturan yang mengganggu transisi hukum nasional.
Analisis Politik atas Langkah Cepat DPR
Walaupun alasan teknis dapat diterima, pengamat politik menilai percepatan tersebut tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik pascapemilu. DPR sedang berada dalam fase konsolidasi dan pembentukan arah politik baru. Pada momen ini, keputusan terhadap RUU strategis sering dipengaruhi oleh kalkulasi politik masing-masing fraksi.
Pengaturan pidana memiliki relevansi besar terhadap sektor bisnis dan pemerintahan. Karena itu, percepatan pembahasan memunculkan spekulasi bahwa langkah ini berkaitan dengan penyelarasan kepentingan politik tertentu sebelum pemerintahan baru berjalan penuh.
Kritik terhadap Minimnya Keterlibatan Publik
Pembahasan cepat membuka ruang kritik dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil. Mereka menilai bahwa percepatan mengurangi transparansi serta peluang untuk mengkaji substansi RUU secara menyeluruh. Ketika aturan pidana dibahas tanpa partisipasi luas, risiko kekeliruan pasal dan potensi penyalahgunaan menjadi lebih besar.
Organisasi masyarakat menekankan bahwa regulasi pidana harus melalui proses yang inklusif. Minimnya waktu diskusi dikhawatirkan membuat DPR melewatkan masukan penting yang dapat memperbaiki kualitas substansi.
Konsekuensi Implementasi di Lapangan
Setelah disahkan, berbagai perubahan pidana dalam RUU ini harus dipahami secara menyeluruh oleh aparat penegak hukum. Mereka membutuhkan sosialisasi, pelatihan, dan pembaruan pedoman operasional agar bisa menyesuaikan diri dengan aturan baru.
Pelaku usaha juga harus siap dengan perubahan tersebut. Harmonisasi aturan memang memberikan kepastian hukum, tetapi adaptasi cepat tanpa pendampingan dapat memperbesar risiko perusahaan melakukan pelanggaran tanpa sengaja.










